Najis menurut Madzhab Syafi’i

Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan atau mencuci bagian yang terkena oleh najis itu.

Allah Swt berfirman: “Dan bersihkanlah pakaianmu” (QS. Al-Muddatsir : 4)
Di ayat lainnya Allah Swt menyatakan: “Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah : 222)

Rasulullah Shollallohu’alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
“Kesucian itu sebagian dari iman” (HR. Muslim)

Pembagian Najis

Najis terbagi menjadi tiga yaitu:

  • Najis Mukhoffafah (Najis Ringan)
    Najis mukhoffafah atau najis ringan ialah kencing bayi yang umurnya belum dua tahun dan belum makan sesuatu selain dari susu ibunya (susu yang dicampur gula atau tepung itu hukumnya seperti selain susu).
  • Najis Mugholladzoh (Najis Berat)
    Najis mugholladhoh atau najis berat ialah anjing dan babi dan keturunan dari keduanya atau salah satu dari keduanya.
  • Najis Mutawassitah (Najis Sedang)
    Najis mutawasitah adalah najis selain dari najis mukhoffafah dan najis mugholladzoh.

Najis Mutawassithah dibagi menjadi dua:

  • Najis ‘Ainiyah (Tampak)
    Yaitu najis yang berwujud/terlihat.
  • Najis Hukmiyah (Tidak tampak)
    Yaitu najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.

– – – – –

Segala Sesuatu Asalnya Hukumnya Suci

Terdapat suatu kaedah penting yang harus kita perhatikan yaitu segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah dan suci. Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu itu najis maka dia harus mendatangkan dalil. Namun, apabila dia tidak mampu mendatangkan dalil atau mendatangkan dalil namun kurang tepat, maka wajib bagi kita berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu pada asalnya suci. Menyatakan sesuatu itu najis berarti menjadi beban taklif, sehingga hal ini membutuhkan butuh dalil.

Beberapa Macam Najis Berdasarkan Klasifikasinya:

Anjing

Anjing adalah hewan yang dianggap najis menurut pandangan  Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal. Sesuatu atau benda yang terjilat olehnya harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya adalah dengan menggunakan (dicampur) tanah.

Berdasarkan sebuah hadist: “Apabila ada anjing menjilati bejana (tempat makan minum) salah seorang diantara kalian, maka hendaknya membuang isinya dan mencuci bejana itu sebanyak tujuh kali yang pertama dengan (campuran) tanah. “(HR. Muslim)

Babi

Semua tubuh Babi najis meskipun disembelih menurut syariat Islam.

Allah Swt berfirman:  “Diharamkan bagi kalian (makanan) bangkai, darah dan daging babi” (Al-Maidah : 3)

Kotoran Manusia dan Kencing Manusia

Adapun najisnya kotoran manusia, berdasarkan sabda Rasulullah Saw :
“Jika salah seorang di antara kalian menginjak najis dengan sandalnya, maka tanah adalah pensucinya.” ( HR. Abu Daud. Hadist Sahih)

Sedangkan keterangan yang menunjukan air kencing manusia itu najis dari riwayat Anas ra, bahwa seorang Arab badui kencing di masjid, lalu para sahabat berdiri (marah) kepadanya, kemudian Rasulullah saw bersabda : “Biarkan ia, jangan kalian menghentikannya!” (Anas ra berkata, “Setelah selesai beliau memerintahkan mengambil an satu ember air, lalu disiramkan di atasnya. “(HR. Bukhari Muslim)

Bangkai

Bangkai adalah hewan yang matitanpa disembelih secara syari’at. Bangkai tersebut najis berdasarkan ijma. Nabi saw bersabda : “Jika kulit bangkai telah dimasak, maka ia menjadi suci.”

Darah dan Nanah

Semua jenis darah termasuk nanah adalah najis. Dikecualikan:

  • Sisa darah dalam daging, urat-urat dan tulang hewan yang telah disembelih, atau darah ikan. Atapun darah yang tampak ketika memasak daging, maka hal itu tidak mengapa (ma’fu anhu).Aisyah ra berkata: “Kami pernah makan daging, sedang padanya masih terdapat darah yang menempel pada kuali.” Darah atau nanah sedikit yang berasal dari bisul atau luka sendiri (bukan luka orang lain).
  • Dalilnya seperti dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:“Bahwa orang-orang muslim pada permulaan datangnya Islam, mereka mengerjakan shalat dalam keadaan luka. Seperti Umar bin Khaththab yang mengerjakan shalat, sedang darah lukanya mengalir.”Darah nyamuk, kutu kepala atau binatang kecil lainnya yang darahnya tidak mengalir.
Benda Cair Yang Memabukkan

Ketika membicarakan permasalahan ini banyak ulama yang merujuk kepada hukum khamar (arak). Jumhur Madzhab empat (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali sepakat terhadap kenajisan khamar. Pendapat yang demikian ini dibenarkan penisbatanya kepada mereka oleh Imam Ibnu Taimiyah. Karena khamar itu nasji ainnya (dzatnya), maka mereka berpendapat haram menjadikanya sebagai komoditas jual beli. Karena adanya hadits yang menyebutkan : “Sesungguhnya Allah yang mengaharmkan meminumnya, juga mengharamkannya menjualnya”.

Muntah

Muntah manusian najis baik orang dewasa atau anak ila hanya sedikit maka hal itu dimaafkan (tidak najis).

Dalam Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq maupun dalam Al-Majmu karya Imam Nawawi, atau kitab fikih lainnya menyebutkan bahwa muntah itu najis dan menjadi kesepakatan para ulama (Ittifaq Ulama). Namun tidak disebutkan dalil yang menunjukan dalil najisnya muntah. Sehingga sebagisn ahli fikih kontemporer semisal Syeikh Albany, Syaikh Kamil Uwaidah bahwa muntah itu suci karena tidak ada dalil yang menunjukan najis.

Wadi

Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.

Hukum wadi juga najis. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.

Madzi

Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.

Hukum madzi adalah najis sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan ketika madzi tersebut keluar.

Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,“Aku termausk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.”

Apabila ada sesuatu yang diragukan najis atau suci nya, maka hendaklah kita cari dalil tentang kenajisannya. Apabila tidak ada dalil yang menyebutkaan bahwa sesuatu itu najis, maka kita kembalikan pada hukum asalnya bahwa segala sesuatu itu hukum asalnya suci.

27 thoughts on “Najis menurut Madzhab Syafi’i”

  1. Hmmmmmmm keren banget, pencerahannya begitu mendetail, semoga bisa mencerahkan dan membantu sahabat2 yang belum begitu paham. Salut dech,

    Ehm, iya neh, soal kontes Indonesia Handicraft tuh, aku ikut ramein aja, sekedar belajar seo aja gitu….

    Reply
  2. Mau nanya masalah najis mughalladzhah neh, perintah menyucikan najis tersebut berdasarkan dalil di atas yaitu dibasuh sebanyak tujuh kali yang pertama dengan (campuran) tanah, kenapa dari tiga madzhab di atas (Syafi’i, Hanafi dan Hambali) berpendapat salah satu dari yang tujuh? Dan saya rasa itu pada jaman dahulu dikarenakan tak adanya sabun untuk menghilangkan najis tersebut sehingga diharuskan tujuh kali dan yang pertama dicampur tanah, sekarang jaman serba canggih untuk menghilangkan kotoran atau najis seberat apapun, pakai sabun sudah hilang. Nah, apakah tidak cukup pakai sabun saja dan cukup sekali bilas saja?

    Yang kedua, najis mukhaffafah, setahu saya anak bayi berjenis kelamin laki-laki yang umurnya belum dua tahun dan belum makan sesuatu selain dari susu ibunya (susu yang dicampur gula atau tepung itu hukumnya seperti selain susu). Maaf, di situ tak ada penjelasan jenis kelamin. Sebagai “al-insan mahallu al-khathaa-i wa al-nisyaani” mungkin, penulis khilaf saat mengetiknya. Pertanyaan saya, kenapa bayi perempuan (kecingnya, menurut persyaratan yang sama di atas) tidak dihukumi mukhaffafah, melainkan termasuk mutawassithah?

    Mohon penjelasannya, dan maaf bukan maksud untuk menggarami air di lautan. Tolong diluruskan kalau ada kekeliruan dalam hal penafsiran saya selaku orang awam. Ammaa qablu, syukran katsiiran.

    Reply
    • Assalamu’alaikum Wr.wb.

      Muhammad adalah seorang nabi dan Rasul
      Nabi mendapatkan wahyu untuk dirinya sendiri karena berkewajiban melaksanakan perintah dan larangan
      Rasul mendapatkan wahyu untuk disampaikan kepada umat manusia dan tidak mempunyai wewenang menambah hukum dan mengurungi hukum, walaupun seorang nabi dan rasul beliau tidak berani, karena kapasitas muhammad tidak sama dengan Allah dalam menetukan halal haram, sebab itu kaitannya dengan ketuhanan, Jadi nabi mengharamkan selain 4 yang tertera dalam al quran itu tidak sama derajat haramnya dengan 4 yang diharamkan Allah.

      Jadi tidak benar kalau haramnya nabi itu sama dengan haramnya Allah
      tapi setiap yang diharamkan Allah pasti diharamkan Nabi.

      karena tugas rasul itu menyampaikan wahyu Allah tidak menambah dan tidak menguranngi dan jika ada memahami nabi juga mengharamkan selain 4 seperti ( Kodok, anjing, kuda dan lain lain ) itu hanya kapasitasnya Muhammad SAW sebagai :

      1. Pemimpin yang arif dan bijaksana serta strategi perang, sehingga nabi melarang memakan kuda dikhawatirkan sebagai kendaraan perang yang stoknya berkurang, jadi kapasitasnya Haramnya daging kuda bersifat mencegah tidak sama haramnya dengan babi,bangkai,darah, disembeleh bukan karena allah. Halam haram itu hak Nya Allah sebagai Tuhan yang wajib kita terima disinilah nilai tauhid kita diuji.

      2. Pemimpin yang menerima kemampuan ilmu tabib (sekarang kedokteran), sehingga Muhammad SAW mengharamkan kodok setelah nabi diceritakan seorang tabib bahwa kodok dapat menyembuhkan suatu penyakit, dan nabi menharamkan kodok dan haramnya nabi tersebut tidak bermaksud menetapkan haram selain 4 dalam al quran, karena Muhammad SAW mempunyai jiwa melindungi kepada umatnya dan kelestarian binatang kodok agar tidak punah / sedikit karena kodok sangat bermanfaat untuk obat. Jika Anda masih berkeyakinan kodok itu haram yang derajatnya sama dengan 4 yang dsebutkan dalam al quran itu kurang tepat, padahal nabi sendiri pernah melarang Sesuatu yang haram itu tidak boleh untuk obat padahal tabib itu dihadapan nabi SAW menceritakan bahwa dirinya mengobati dengan daging kodok seseorang sembuh dan tidak melarang justru mendiamkan.

      KESIMPULANNYA ADALAH

      BAhasa HARAM DALAM BAHASA ARAB mengandung penekanan bahwa :

      . Haram karena telah ditetapkan Allah (berarti Tauhid) hanya Allah yang berhak menentukan haram
      . Haram Melarang dalam kondisi tertentu selama itu masih berbahaya dari kelestarian, kesehatan dan lain lain
      . Haram Mencegah dalam kondisi tertentu sewaktu waktu larangan itu akan dicabut oleh nabi, bahkan hingga nabi SAW wafat ada larangan itu yang sempat dicabut bahkan ada yang tidak sempat dicabut memang apa dibiarkan, mungkin nabi tahu nanti setelah umatnya tahu larangan itu akan dirumah oleh umat itu sendiri.

      Reply
  3. sedikit penjelasan buat saudara di atas,,, yang ane tauh nih…
    kenapa harus tanah? misalkan kita kena air liur anjing maka harus di basuh 7 kali dan 1 kali diantaranya dgn tanah, karena tanah memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mematikan/menetralkan kuman atau bakteri dan segala macam penyakit yang disebabkan oleh air liur anjing tadi. Dan saya mengetahui ini dari forum sebelah, insyaAllah ini hasil penelitian oleh para ilmuwan.. subhanalloh…

    Reply
  4. kemarin sepatu saya digiti anjing (dibuat mainan), hanya sebentar…
    yang mau saya tanyakan…
    kalu dicuci sekali dengan sabun ,katanya kurang ,lalu bagaimana?
    apa tangan saya (untuk mencuci) jadi ikut kena najis kalau misal sekali pake sabun itu kurang?..
    apa semua benda yang saya sentuh juga menjadi najis? (seperti baju, dll)

    mohon dijawab ya.. terimakasih

    Reply
  5. yang saya permasalahkan bukan sepatunya..hehe kalau sepatu bisa saya cuci lagi…
    namun bagaimana dengan benda2 yang saya pegang dengan tangan saya habis mencuci sepatu saya?

    Reply
  6. apakah ada landasan al-qur’an/hadist kalau muntah itu suci atau najis?
    karena setahu saya dlm kitab2 kecil itu dijelaskan klw muntah itu najis…
    trz bgmn klw dg muntahx bayi yg umurx krg dr 2 bln????????

    Reply
  7. maaf…tolong diluruskan..bahwa TIDAK ada keterangan di alqur’an atau hadits bahwa jika menyentuh BABI itu harus disucikan seperti menyentuh air liur anjing.babi hanya haram dimakan dan bukan najis besar.

    Reply
  8. nah bagaimana cerita nya apa bila saya mengalami infeksi saluran kencing,kemaluan saya mengeluarkan cairan seperti nanah tapi tak berbau. Walau sudah mandi tetap suka ada bercak. Nah apakah saya diperbolehkan shalat?

    Reply
  9. Alhmdllh…mmbantu.cz ane jg age galau masalah najiz.gmana dengan sntuhan orang laen,pakaian orang laen ,makanan segala sesuatu yang kita ndak tau asal muasalx…najiz p gak nya…klu kramg seh ane cuma ngucap Bismillah…cz kyakx g mungkin jg mesti nlusurin satu persatu…
    Wallahu alam Bisshowab…

    Reply
  10. Pengertian Najis : Cara berpikir/ berbuat dan tersentuh sesuatu yang berakibat ibadahnya kepada Allah terhalang / batal sehingga ibadah tidak diterima.

    Macamnya Najis :

    1. Najis Keyakinan/itiqad : adalah sesuatu pemahaman yang menyalahi dari apa yang wahyukan Allah, karena menyalahi dari keyakinan yang dikabarkan Allah berarti Manusia itu Keyakinannya kotor sedangkan orang yang berkeyakinan kotor itu segala amalannya akan ditolak oleh Allah karen najis itu (Misal : Syirik, Munafig, fasiq, murtad )dan cara mensucikannya dengan ilmu dan taubat agar kita dapat meluruskan keyakinan dan akidah kita kepada Allah SWT.

    2. Najis yang diperbuat baik makan, minum dan tindakan yaitu melakukan perbuatan makan dan minum yang tidak halal baik dengan cara mendapatkan yang tidak halal (maksiat) maupun haram secara dzatnya (Misal : makanan halal yang diperoleh dengan riba, curang, mencuri dan lain lain maupun haram secara dzatnya seperti 4 daging haram yang sebutkan Allah dalam Al quran termasuk minuman keras dan narkoba) semua itu menghalangi amalan ibadah kita diterima oleh Allah SWT. dan cara mensucikannya dengan ilmu, taubat dan menjauhi perbuatan yang yang dilarang oleh Allah SWT.

    3. Najis yang dipegang dan tersentuh badan maupun pakaian yang dipakai untuk ibadah (sholat) yaitu sesuatu benda baik padat maupun cair yang menurut Allah itu membatalkan ibadah ( Misalnya : kotoran manusia,kencing manusia atau sesuatu yang keluar dari anus dan kemaluan manusia ) dan cara mensucikanya dicontohkan oleh Nabi SAW dengan Air, batu, bahan yang menyerap tapi dilarang memakai kotoran binatang maupun tulang)
    Maka barang siapa tersentuh barang itu dan belum dicuci tetap ibadahnya (sholatnya) tidak shah.

    Kesimpulan :

    Perbuatan yang najis pasti perintahkan untuk meluruskannya dengan ilmu (Al Quran dan Hadist jangan akal/argumentasi dulu)

    Barang Najis diperintahkan untuk membersihkan dan mencuci TETAPI
    SESUATU YANG DIPERINTAHKAN NABI UNTUK MEMBERSIHKAN BELUM TENTU ITU BARANG NAJIS, BISA SAJA NABI MENYURUH MEMBERSIHKAN INGUS, MENCUCI MUKA MAUPUN TANGAN KARENA KEBERSIHAN BUKAN BERARTI INGUS, MUKA DAN TANGAN ITU NAJIS KARENA NABI MENGANJURKAN KEBERSIHAN SEBAGIAN DARI IMAN.

    WASSALAM

    Jika anda mengomentari artikel saya tolong sms saya ke 08157922700 akan saya tunggu jawabannya dengan cantumkan emailmu ya. aku orang nya sibuk

    Reply
  11. ?????????? ??????????
    Maaf ana ingin bertanya mengenai hal “najis” di atas..

    1. Apakah baju yg terkena cipratan najis bisa hilang dengan sabun saja (di cuci)
    2. Apakah benda” yg kita pegang bsa terkena najis juga ketika tangan kita nya berada dlam keadaan bernajis
    3. Apakah bisa di katakan najis apa bila basah atau dlam keadaan kering ??
    4. Bagaimana cara menghadapi dan menanggulangi najis besar (kalb & khinzir) ketika kta dlam keadaan darurat ( ??????????? melaksanakan shalat)

    Syukron..
    Thanks before..
    Lam ta’aruf dari (?’?’?) Nay(?’?’?)

    Reply
  12. ya akhi mau tanya nih
    dekripsinya begini akhi .,. dalam sebuah kontrakan nah ,.,. pernah suatu ketika ada kotoran ayam yang ada di lantai pintu kamar teman saya trus teman saya membersihkan lantainya hampir seluruh balai ruangan tapi tidak sesuai dengan aturan islam (dalam artian msih najis karena dia tidak tahu) sedangkan saya belum berani ngomong sama dia .,., pertanyaananya
    1.bagaimana kita menanggapi najis itu sedangkan tempat itu serig buat sholat orang banyak .,. –>> kyaknya saya percuma menasehati orang2 yang akan sholat di tempat itu.,., karena orang itu juga awam dalam masalah najis .trus klo saya bilangin saya takut di kucilkan ,.
    mohon pencerahannya Syukron

    Reply
  13. assalamualaikum,saya ingin bertanya soal Madzi.Madzi itu kan najis ya hukumnya,lha kalo kita mensucikannya itu dengan mandi besar seperti keluar mani atau seperti hadist nabi Muhammad SAW dengan cara mencuci kemaluan lalu berwudhu?
    makasih^^

    Reply
  14. Asslamualaikum wr.wb
    saya mau tanya masalah najis yang tidak terlihat, ceritanya gini ustad :
    Dalam keluarga saya, harus ada sandal suci untuk dibawa wudhu sampai ke tempat sholat,misalkan saya sholat dikamar, saya harus bawa sandal ke kamar mandi dibelakang untuk wudhu, lalu memakai sandal sampai ke kamar tempat saya sholat. orang itu berpendapat kalau kamu gak pakai sandal suci ditakutkan kena najis yang bisa membatalkan wudlu, padahal najisnya tidak terlihat, lantai keramik dari kamar mandi ke kamar juga bersih.
    mohon petunjuknya dan hadistnya ustad…
    sukron…

    Reply
  15. assalammualikum wr.wb…saya ingin menanggapi pertanyaan akhi farid diatas, begini apa yang dilakukan akhi dan keluarga itu sudah betul, itu adalah bentuk kehati-hatian atau ihtiyath dari najis yg tidak terlihat atau najis hukmiyah.. klo ada kaidah yang menyebutkan asal sesuatu itu adalah suci memang benar, tapi hati2 terhadap najis hukmiyah ini sangat diajurkan, bukan karna dapat membatalkan wudhu.. tapi bisa meyebabkan sholat kita tidak sah, dalam posisi kaki kita basah da karna habis dari kamar mandi berwudhu kemudian menginjak lantai yang kemungkinan ada najis hukmiyahnya bisa menyebabkan kaki kita yang basah tadi terkena najis hukmiyah, dan jika dibawa sholat maka sholat kita tidak sah, lain halnya jika kaki kita kering. wallahu a’lam bisshowab.

    Reply
  16. Klo pake minyak bulus itu najis ato tidak? Klo najis masuk kategori najis yg mana? N bgimana cara membersihkn nya? Jazakumullahu khairan katsira

    Reply

Leave a Comment